Ada beberapa contoh kasus Cyberbullying yang terjadi disekitar kita tanpa kita sadari. Beberapa kasus yang akan kami bahas adalah:
KASUS PERTAMA
Carlos Vigil (17 tahun) pada foto disamping, tentu bisa merasakan betapa gurat-gurat kesedihan tergambar jelas.
Selama tiga tahun, remaja yang tinggal di Valencia County, New Mexico, Amerika Serikat, ini diejek kawan-kawannya lewat internet dan media sms hanya karena berjerawat dan memakai kacamata. Bahkan, dia dianggap seorang gay. Ray Virgil, sang ayah, sangat geram mendengar anaknya diperlakukan seperti ini, sehingga mendesak pemerintah setempat segera mengeluarkan peraturan tentang sanksi pidana terhadap para pelaku bullying.
Pada tanggal 13 Juli 2013, karena benar-benar tak tahan diintimidasi terus-menerus, Carlos menulis dan memposting surat bunuh diri melalui akun Twitter.
“Saya adalah orang yang tak memperoleh ketidakadilan di dunia ini, dan sudah waktunya bagi saya untuk meninggalkan dunia ini,” tulisnya.
Carlos juga meminta teman-temannya untuk tidak menangisi keputusannya. Dia justru minta maaf karena tidak mampu mencintai seseorang, atau membuat seseseorang mencintainya.
“Teman-teman di sekolah benar. Saya seorang pecundang, aneh, homo, dan sama sekali tidak dapat diterima orang lain. Saya minta maaf, karena tidak mampu membuat seseorang bangga. Aku bebas sekarang. Xoxo,” tulis Carlos mengakhiri suratnya.
KASUS KEDUA
Peristiwa ini berawal dari kekesalan seorang gadis bernama Dinda terhadap seorang ibu hamil yang meminta tempat duduk di kereta api yang dituangkan dalam akunya pada jejaring sosial Path pada bulan April 2014. Dinda marah dan kesal pengorbanannya bangun pagi demi mendapatduduk di KRL diganggu oleh wanita hamil itu. Semua keluh kesah tentang ibu hamil yang meminta kesediaannya memberikan tempat duduk ditumpahkan ke jejaring sosial media tersebut. Dinda menyebut wanita hamil itu manja dan pemalas karena tak mau bangun lebih pagi atau ke stasiun untuk mendapatkan duduk.
Jika diperhatikan, sering sekali ada obrolan-obrolan yang sifatnya pribadi dan cenderung bebas di Path karena dirasa 150 orang yang menjadi teman disitu, bisa dipercaya. Tapi dalam kasus Dinda ini, justru karena ternyata ada satu-dua orang temannya yang meng-capture dan menyebarkan ‘curhatannya’ itu bahkan sampai tersebar di jejaring sosial media lain seperti Twitter dan Facebook. Makian yang di-capture dan disebarkan lagi melalui media sosial lain tak pelak mengundang reaksi keras. Berbagai hujatan ditujukan kepada Dinda, seakan tidak percaya ada seorang perempuan yang tidak punya empati terhadap sesamanya–terutama kepada mereka yang sedang hamil.
Atas apa yang Dinda tulis, kemudian dia mendapatkan gugatan-gugatan dari pengguna media sosial lainnya.
KASUS KETIGA
Amanda Todd (15 tahun) juga merupakan contoh paling menyedihkan tentang remaja yang menjadi korban bullying di sekolahnya. Dia merupakan siswi kelas 10 di SMA Port Coquitlam, British Columbia, Kanada.
Selama bertahun-tahun, Amanda di-bully teman-teman sekolahnya, baik secara langsung maupun via internet. Amanda bahkan sempat pindah sekolah untuk menghindari penindasan, namun mereka tetap saja menghina dirinya di media internet.
Selama bertahun-tahun, Amanda di-bully teman-teman sekolahnya, baik secara langsung maupun via internet. Amanda bahkan sempat pindah sekolah untuk menghindari penindasan, namun mereka tetap saja menghina dirinya di media internet.
Tahun lalu, Amanda curhat mengenai penderitaannya dengan menggunggah video ke youtube. Dia menulis kata per kata pada selembar kertas sehingga membentuk cerita. Tak lama kemudian, ia pun nekat mengakhiri hidupnya pada 10 Oktober 2012. Sejak itu, video ini yang diunggahnya menyebar secara viral hingga akhir tahun.
Sama seperti beberapa negara bagian di Amerika Serikat, Pemerintah Kanada juga peduli terhadap kasus ini. Kematian Amanda tak sia-sia, sebab Pemerintah Kanada kemudian mengeluarkan UU soal cyber-bullying, agar tak muncul lagi peristiwa serupa. Pelaku, termasuk pelajar, tetap dikenai sanksi pidana yang berat.
Carol Todd, ibu Amanda, bahkan membuat LSM bernama Amanda Todd Trust, yang siap membantu para korban bullying dan terus aktif melakukan kampanye anti-bullying.
KASUS KEEMPAT
ASK.FM merupakan suatu media sosial yang sedang hits dikalangan anak-anak muda pada masa ini. Andori Andriani adalah seorang WNI yang tinggal di Jepang, dia bekerja sebagai Graphic Designer. Dia adalah salah seorang pengguna Ask.Fm ini, dan tidak luput dari para bullier-bullier yang banyak berkeliaran di internet.
KASUS KEEMPAT
ASK.FM merupakan suatu media sosial yang sedang hits dikalangan anak-anak muda pada masa ini. Andori Andriani adalah seorang WNI yang tinggal di Jepang, dia bekerja sebagai Graphic Designer. Dia adalah salah seorang pengguna Ask.Fm ini, dan tidak luput dari para bullier-bullier yang banyak berkeliaran di internet.
Beberapa contoh para pengguna Ask.Fm yang menghujat Andori dengan kata-kata tidak sopan ini, bisa dikategorikan sebagai CyberBullying. Namun, yang bisa kita lihat, Andori menanggapinya dengan kata-kata santai dan terkesan menyerang balik para bullier tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar